Khutbah: Bahaya Menggunjing

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً
وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا
الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ
صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي
النّارِ
.
Jamaah shalat Jumat
rahimani wa rahimakumullah
Khatib mewasiatkan kepada diri khatib pribadi dan juga jamaah sekalian hendaknya bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya.
Dan barangsiapa yang takut kepada manusia, sesungguhnya manusia tidak
bisa memberikan manfaat sedikit pun di hadapan Allah
Ta’ala. Kita
juga harus menyadari bahwa tidak ada yang bisa mendapatkan rahmat
kecuali orang-orang yang bertakwa. Tidaklah mendapatkan pahala, kecuali
orang-orang yang berada di atas ketakwaan.
Nasihat untuk bertakwa
ini sangatlah banyak, akan tetapi betapa disesalkan karena yang
melaksanakannya sangatlah sedikit. Semoga Allah menjadikan kita termasuk
orang-orang yang bertakwa.
Jamaah Jumat
rahimani wa rahimakumullah
Sebagai
agama yang sempurna, Islam mengajak berbicara akal, hati dan perasaan,
akhlak dan pendidikan. Agama yang mulia ini mengharuskan adanya
peraturan-peraturan agar seorang muslim dapat memiliki hati yang
selamat, perasaan yang bersih, menjaga kehormatan lisan, dan menjaga
rahasia pribadinya, serta dapat berakhlak mulia terhadap Rabb-nya,
dirinya sendiri, dan seluruh manusia. Allah
Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang lain…” (QS. Al-Hujurat: 12)
Pesan
Alquran ini, merupakan jawaban dari fenomena yang kita lihat saat ini.
Yakni, agar kita terhindar dari perbuatan ghibah (menggunjing),
mencari-cari kesalahan orang lain. Karena menggunjing ini menyebabkan
rusaknya kehormatan seseorang, merusak hati, dan ketenangan masyarakat.
Perbuatan menggunjing merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan,
merusak agama para pelakunya, baik sebagai pelaku ataupun orang yang
rela ketika mendengarkannya.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“…dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Kaum muslimin,
rahimani wa rahimakumullah
Menggunjing
orang lain tidak lepas dari salah satu dari tiga istilah, yang semuanya
disebutkan di dalam Alquran, yaitu: ghibah, ifku, dan buhtan.
Apabila
yang kita sebutkan tentang saudara kita itu memang ada pada diri
mereka, maka ini disebut ghibah. Apabila kita menyampaikan semua yang
kita dengar, maka ini adalah ifku. Dan apabila yang kita sebutkan itu
tidak ada pada diri saudara kita, maka ini dinamakan buhtan.
Ghibah
(menggunjing) adalah segala sesuatu yang dapat dipahami dan dimaksudkan
untuk menghina, baik berupa perkataan, isyarat atau tulisan. Ghibah
juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang mengenai agamanya,
fisiknya, akhlak, dan keturunannya. Barangasiapa yang mencela ciptaan
Allah, berarti ia telah mencela penciptanya.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru pelaku perbuatan ini dengan sabdanya,
يَا
مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الإِيْمَانُ قَلْبَهُ
لَا تَغْتَابُوْا المُسْلِمِيْنَ وَلَا تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ
فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللهُ عَوْرَاتِهِ وَمَنْ
يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai
orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan itu belum masuk
ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah (menggunjing) kaum
muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang
mencari-cari aib mereka, maka Allah akan mencari-cari aibnya, niscaya
Allah akan membeberkan aibnya, meskipun dia di dalam rumahnya.”
Tentang
bahaya menggunjing ini, Hasan al-Bashri berkata, “Ghibah, demi Allah,
lebih cepat merusak agama seseorang daripada ulat yang memakan tubuh
mayit.”
Maka sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai
ahlul haq dan ahlul iman, ternyata ia melakukan perbuatan ghibah
(menggunjing), sedangkan dia mengetahui akibat buruk perbuatan tersebut.
Firman Allah
Ta’ala mengingatkan,
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“…Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya..” (QS. Al-Hujurat: 12)
Jamaah Jumat
rahimani wa rahimakumullah
Seburuk-buruk
ghibah, yaitu menggunjing para pemimpin, para ulama, orang-orang
berkedudukan, orang-orang shaleh, dan orang-orang yang mengajak berbuat
adil. Pelaku ghibah ini merendahkan kedudukan mereka, menghilangkan
kewibawaan mereka, menghilangkan kepercayaan terhadap mereka, mencela
perbuatan dan usaha mereka, dan meragukan kemampuan mereka.
Bayangkan,
tidak disebut seorang yang mulia di hadapannya, kecuali dia rendahkan.
Tidaklah muncul orang yang mulia, kecuali dicelanya. Tidak pula orang
yang shaleh, kecuali dia akan menuduhnya. Pelaku ghibah ini, senang
menuduh orang-orang terpercaya, menggunjing orang-orang shaleh,. Pelaku
ghibah menanamkan permusuhan dan membingungkan orang-orang kebanyakan,
memutuskan silaturahmi dan memecah persatuan.
Allahu Akbar! Apakah seorang muslim layak bersikap demikian kepada saudaranya?
Wahai pelaku ghibah! Setiap orang pasti dicintai dan dibenci, diridhai dan dimarahi, disukai dan dimusuhi.
Orang
yang berakal dalam mencintai kekasihnya, ia tidak akan berbuat
berlebihan; sebab, mungkin suatu hari orang yang dikasihinya tersebut
akan dibencinya. Sebaliknya, manakala seorang muslim harus membenci,
maka dia pun bersikap sewajarnya; sebab, mungkin suatu hari orang yang
dibencinya akan menjadi kekasihnya. Oleh karena itu, jadilah orang yang
selalu menegakkan kebenaran dan bersikap adil. Jangan sampai ketidak
sukaan membuat kita bersikap zalim. Allah berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ
بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا
تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)
Wahai saudara-saudaraku seiman, jamaah shalat Jumat
rahimani wa rahimakumullah.
Jika
dikatakan kepada Anda, “Fulan telah menggunjingmu, sampai kami merasa
kasihan kepadamu.” Maka jawablah dengan perkataan, “Seharusnya, dialah
yang patut engkau kasihani.”
Hendaknya kita bertakwa kepada Allah.
Sungguh beruntung orang yang bisa menahan diri, tidak berlebihan dalam
berbicara. Sungguh beruntung orang yang bisa menguasai lisannya. Sungguh
beruntung orang yang terhidar dari menggunjing orang lain, karena ia
lebih sibuk mengoreksi dirinya. Sungguh beruntung orang yang berpegang
kepada petunjuk Alquran, kemudian menghadap Allah dengan hati yang
khusyu, lisan yang jujur, dan ikhlas mencintai saudaranya.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10).
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ ذِيْ العَرْشِ المَجِيْدِ، الفَعَّالُ لِمَا يُرِيْدُ، أَحَاطَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ، وَمَا
يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، هُوَ أَقْرَبُ إِلَى
عَبْدِهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ نَاشِرُ أَعْلَامِ
التَوْحِيْدِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مِنْ
صَالِحِ العَبِيْدِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ
Jamaah shalat Jumat
rahimani wa rahimakumullah
Kami
mengingatkan kembali, hendaklah kita jauhi perbuatan ghibah atau
menggunjing orang lain. Ketauhilah, orang yang mendengarkan ghibah, ia
mendapatkan dosa yang sama seperti pelakunya. Sehingga orang yang
mendengarkan ghibah tidak selamat dari dosa, kecuali jika ia mengingkari
dengan lisannya, atau dengan hatinya. Apabilas bisa, hendaklah ia
tinggalkan tempat berlangsungnya ghibah tersebut, atau memutusnya dengan
mengalihkan kepada pembicaraan yang lain. Karena orang yang diam ketika
mendengar ghibah, maka ia termasuk bergabung dengan pelakunya. Ibnu
al-Muabarak mengarakan, “Pergilah dari orang yang menggunjing,
sebagaimana engkau lari dari kejaran singa.”
Jamaah Jumat
rahimani wa rahimakumullah.
Setiap
orang memiliki cacat dan aib, kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena
itu, kita jangan merasa mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain.
Daripada mengurusi aib orang lain, mengapa kita tidak menyibukkan diri
dengan aib sendiri? Jagalah hak dan kehormatan saudaramu! Dalam sebuah
hadis dinyatakan,
مَنْ ذَبَّ عَنْ لَحْمِ أَخِيهِ بِالْغِيبَةِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُعْتِقَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa
yang membela daging (kehormatan) saudaranya dari ghibah, maka menjadi
hak Allah untuk membebaskannya dari api neraka.” (HR. Ahmad)
“وَمَنْ قَالَ فِى مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ؛ أَسْكَنَهُ اللَّهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ”.
“Barang
siapa membicarakan mukmin dengan sesuatu yang tidak benar adanya;
niscaya Allah akan benamkan dia ke dalam kubangan nanahnya para penghuni
neraka, hingga ia bertaubat dari perkataan tersebut.” (HR. Abu Dawud
dan dinilai sahih oleh al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani).
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ
فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلا دِرْهَمٌ
مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Dari
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah –shallallah ‘alaih wa sallam-
bersabda: “Barang siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya,
hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana
(akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum
kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya
kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan
kepadanya”. (HR. al-Bukhari nomor 6.169)
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
اللهم افتح بيننا وبين قومنا بالحق وأنت خير الفاتحين.
اللهم إنا نسألك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 04/X/1427H/2006M